Minggu, 11 September 2011

Balada si bungsu


Gua sangat suka dan sering menulis, tapi kenapa ya setiap mau menulis sesuatu yang baru ada perasaan gugup dan takut pada awalnya, seperti malam pertama (kae udah pernah ngalamin aja, haha)

Sudahlah, niat awal gua menulis kali ini tentang “ Hidup si bungsu” ato bisa dibilang gua curhat colongan disini, hehe

Kalau kalian menjadi anak bungsu kalian pasti mengerti sedikit apa yang saya rasakan, kalau kalian anak sulung jadilah anak yang bisa menjadi contoh, kalau kalian anak kedua peringatkan orangtua akan pesan BKKBN dua anak cukup (ini apa sih?)

So, jadi anak bungsu itu ada enak dan gak enaknya, enaknya dia yang paling kecil dalam keluarga, terkadang dia menjadi center of attention, gak enaknya menjadi anak bungsu (perbaiki gua kalau salah) identitasnya terkadang sudah ditanamkan oleh orang tuanya dari kecil, dan diamin-kan oleh keluarganya, seperti : si bungsu ini sampai di taraf ini sudah bagus, si bungsu ini tidak mengapa bila begini, si bungsu ini tidak perlu melakukan itu, si bungsu ini memang berbeda dengan kakaknya, si bungsu ini butuh toleransi yang sangat besar, sesayang apapun bukankah memperlakukan anak berbeda dengan yang lain akan mengganggu perkembangan si anak?? (wew temen akrab kak seto berbicara)

Terkadang susah sekali untuk saya (sekarang pake “saya” ya agak serius soalnya) si anak bungsu ini untuk mengatakan “bisa” pada diri sendiri, karena standar saya sudah tercipta dengan sendirinya, terkadang untuk membuktikan suatu tantangan, tekanannya berlipat ganda, karena lagi lagi kalian sudah memberi toleransi yang sangat besar untuk saya alih – alih mendorong saya hingga ke ujung kemampuan saya. Its hurt you know??

Taukah kalian yang saya butuhkan adalah kepercayaan, hargai saya sebagai seseorang yang dewasa, jangan jadikan saya badut penggembira, yang terus diingatkan selalu betapa manjanya saya, betapa berbedanya saya dengan kalian. Bolehkah saya berkata “bukan salah saya jika menjadi badut, kalian yang memperlakukan saya sebagai badut” (wah dalem yang ini).

Dengan menshare tulisan seperti ini tanpa mengurangi rasa cinta saya, tapi saya memberi saran kepada orang tua agar memperlakukan anak dengan sama, setara, equal, jika menanamkan benih jagung jangan berharap memanen kedelai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar